Transformasi digital di sektor keuangan nasional menjadi salah satu prioritas utama Bank Indonesia (BI) dalam menciptakan sistem keuangan yang inklusif, efisien, dan tangguh. Melalui pengembangan sistem pembayaran berbasis teknologi seperti QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dan BI-FAST, BI berupaya memperluas akses layanan keuangan digital hingga ke pelosok negeri.
Dalam Laporan Ekonomi dan Keuangan Digital (LEKD) BI 2024, disebutkan bahwa nilai transaksi uang elektronik mencapai lebih dari Rp530 triliun, sementara volume transaksi QRIS meningkat hingga 35% dibandingkan tahun sebelumnya. Data ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia semakin aktif menggunakan instrumen pembayaran digital dalam aktivitas sehari-hari, mulai dari sektor ritel hingga transportasi publik.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa pengembangan QRIS dan BI-FAST merupakan bagian dari implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025, yang berfokus pada lima pilar utama: digitalisasi ekonomi, integrasi sistem pembayaran, perlindungan konsumen, efisiensi biaya transaksi, dan penguatan kerja sama lintas negara. “QRIS bukan hanya alat pembayaran, tetapi juga jembatan menuju ekosistem ekonomi digital yang lebih inklusif,” ujarnya dalam acara Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2025.
BI-FAST, yang diluncurkan pada 2021, kini telah diadopsi oleh lebih dari 140 bank dan lembaga keuangan di seluruh Indonesia. Melalui layanan ini, masyarakat dapat melakukan transfer antarbank secara real-time, 24 jam sehari, dengan biaya rendah hanya Rp2.500 per transaksi. Sistem ini juga mendukung pembayaran lintas platform, termasuk integrasi dengan aplikasi dompet digital dan e-commerce.
Sementara itu, QRIS antarnegara menjadi tonggak baru dalam konektivitas sistem pembayaran regional. Hingga tahun 2025, Indonesia telah menjalin kerja sama QRIS lintas batas dengan Thailand, Malaysia, dan Singapura, dan akan segera diperluas ke negara ASEAN lainnya. Kerja sama ini diharapkan mempermudah transaksi lintas negara bagi pelaku UMKM, wisatawan, dan sektor ekspor-impor.
Dari sisi kebijakan, BI memastikan bahwa digitalisasi sistem pembayaran berjalan seiring dengan prinsip keamanan data, transparansi, dan perlindungan konsumen. Kolaborasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dilakukan untuk memastikan bahwa setiap inovasi tetap dalam koridor regulasi yang kuat dan berorientasi pada stabilitas sistem keuangan nasional.
OJK menekankan pentingnya pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan digital agar tidak menimbulkan risiko sistemik. Melalui Regulatory Sandbox dan regulasi fintech, OJK memastikan inovasi seperti QRIS dan BI-FAST dapat berjalan beriringan dengan keamanan dan kepercayaan publik.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan mendukung digitalisasi sistem pembayaran dengan memperkuat kebijakan fiskal berbasis data dan efisiensi transaksi pemerintah melalui sistem Satu Data Keuangan Nasional (SDKN). Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan negara serta mempercepat implementasi digital government.
Meski digitalisasi menghadirkan berbagai kemudahan, tantangan tetap ada, terutama terkait literasi digital, keamanan siber, dan pemerataan infrastruktur di wilayah tertinggal. Oleh karena itu, BI bersama OJK dan Kemenkeu terus mendorong program edukasi keuangan dan keamanan digital bagi masyarakat.
Melalui kolaborasi lintas sektor, sistem pembayaran Indonesia kini bergerak menuju era baru — era di mana transaksi menjadi cepat, murah, aman, dan inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan visi “Satu Indonesia, Satu QRIS”, Bank Indonesia optimistis dapat mewujudkan fondasi sistem keuangan digital yang kokoh dan berdaya saing global.